Cari Blog Ini

Jumat, 18 November 2011

Fisika Tanah (SOIL PHYSICS)


Fisika Tanah (SOIL PHYSICS)

Ilmu yang mempelajari keadaan dan perpindahan (perubahan) segala bentuk
bahan dan energi di dalam tanah

Tekstur Tanah

Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.

Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur dibedakan berdasarkan prosentase kandungan pasir, debu dan liat.

Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
(1) apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.
(2) apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung.
(3) apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir.
(4) apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung.
(5) apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.
(6) apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Debu.
(7) apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berliat.
(8) apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir.
(9) apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Liat Berdebu.
(10) apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir.
(11) apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.
(12) apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat.

Segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas-kelas testur tanah. Ada 12 kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut.
Misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam golongan tanah bertekstur Liat (clay). seandainya hasil analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat 21% dan debu 44%, apa jenis tekstur tanahnya?
http://img265.imageshack.us/img265/8428/segitigateksturmk5.jpg
http://img513.imageshack.us/img513/2586/segitigateksturhasilhk0.jpg


Hubungan Tekstur Tanah dengan Daya Menahan Air dan Ketersediaan Hara
Tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yasng lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.


Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil (struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.

Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut adalah:
(1) Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini terdapat pada horison A.
(2) Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
(3) Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
(4) Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu horizontal dengan bagian atasnya membuloat, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim kering.
(5) Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.
(6) Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini terdapat pada horizon A.



Tanah yang terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi umumnya ditemukan struktur remah atau granular di tanah lapisan atas (top soil) yaitu di horison A dan struktur gumpal di horison B atau tanah lapisan bawah (sub soil). Akan tetapi, pada tanah yang terbentuk di daerah

Bobot Isi Tanah

Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan berikut ini:
(1) Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram cm-3, dan
(2) Kerapatan massa (bobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume.

Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi (BI) antara 1,0 gram cm-3 sampai dengan 1,3 gram cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3 gram cm-3 sampai dengan 1,8 gram cm-3. Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1 gram cm-3 = 1 ton gram cm-3 .
Contoh perhitungan dalam menentukan bobot tanah dengan menggunakan bobot isi adalah sebagai berikut: 1 hekar tanah yang diasumsikan mempunyai bobot isi (BI) = 1,0 gram cm-3 dengan kedalaman 20 cm, akan mempunyai bobot tanah sebesar:
= {(volume 1 hektar tanah dengan kedalaman 20 cm) x (BI)}
= {(100 m x 100 m x 0,2 m) x (1,0 gram cm-3 )}
= {(2.000 m-3) x (1 ton m-3)}
= 2.000 ton m-3

Apabila tanah tersebut mengandung 1% bahan organik, ini berarti terdapat 20 ton m-3 bahan organik per hektar.

Warna Tanah

Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau. Kuarsa umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala berwarna olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih, bahkan merah, ini tergantung proporsi tipe mantel besinya.

Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan (mottling) dalam bentuk spot-spot. Karatan merupakan warna hasil pelarutan dan pergerakan beberapa komponen tanah, terutama besi dan mangan, yang terjadi selama musim hujan, yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dan deposisi (perubahan posisi) ketika tanah mengalami pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan mangan ke bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya presipitasi. Karatan berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang rendah kadar besi dan mangannya, sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk apabila besi dan mangan tersebut mengalami presipitasi. Karatan-karatan yang terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah dilakukan perbaikan drainase.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.

Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas warna tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2) kandungan bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah. Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi (gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.
Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan: (1) sebagai indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, (2) indikator kondisi iklim untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau kapasitas produktivitas lahan. Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna makin gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan (3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.

Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).

Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).

Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.

Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni.

Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai contoh:
(1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.
(2) Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut mempunyai nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut berwarna merah.
Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah akan berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan basah, lembab, atau kering.

Kewirausahaan Fungsi Pengawasan Dalam Manajemen

Pengawasan dan Fungsi dalam Manajemen
      Pengawasan  adalah fungsai manajemen terakhir yang harus dilakukan.Denganya akan bisa diketahui hasil-hasil yang telah dicapai.Selain itu bisa mencegah kemungkinan-kemungkinan penyimpangan pada rencana yang telah dibuat.Menurut para ahli, George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi.
Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan pengawasan itu adalah proses melaui manajer berusaha memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaannya.
Di dalam pengawasan akan menghasilkan pengendalian, proses mengarahkan seperangkat variable atau unsure ( manusia, peralatan, mesin, organisasi ) kearah tercapainya suatu tujuan atau sasaran manajemen. Pengendalian dan pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah digariskan atau ditetapkan.
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan.
Fungsi Pengawasan yaitu suatu proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan rencana semula.
Tahapan-tahapan proses pengawasan:
(a)      penetapan standar pelaksanaan
  (b) penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
(b)      pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
(d)pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan
(e) pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.

Fungsi Pengawasan
Anggaran merupakan salah satu cara mengadakan pengawasan dalam perusahaan. Pengawasan itu merupakan usaha-usaha yang ditempuh agar rencana yang telah disusun sebelurnnya dapat dicapai. Dengan demikian pengawasan adalah mengevaluasi prestasi kerja dan tindakan perbaikan apabila perlu. Aspek pengawasan yaitu dengan membandingkan antara prestasi dengan yang dianggarkan, apakah dapat ditemukan efisiensi atau apakah para manajer pelaksana telah bekerja dengan baik dalam mengelola perusahaan. Tujuan pengawasan itu bukanlah mencari kesalahan akan tetapi mencegah dan nemperbaiki kesalahan. Sering terjadi fungsi pengawasan itu disalah artikan yaitu mencari kesalahan orang lain atau sebagai alat menjatuhkan hukuman atas suatu kesalahan yang dibuat pada hal tujuan pengawasan itu untuk menjamin tercapainya tujuan-tujuan dan rencana perusahaan.

vhina VinOoT thea: Tanaman Jarak Pagar

vhina VinOoT thea: Tanaman Jarak Pagar:
A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorboiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 – 7 m, daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar panjang 5 – 15 cm., tulang daun menjari dengan jumlah 5 – 7 tulang daun utama, daunnya dihubungkan oleh tangkai daun yang berukuran 4 – 15 cm.
Tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan; berkelamin tunggal; dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman); bunga terdiri atas 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang lebih kurang 4 mm; benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning; tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning; bunga juga mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan; tiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuninga.
Buah tanaman jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm, dengan lebar sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecokelatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji.
Biji jarak pagar memiliki ukuran rata-rata 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gr dan terdiri dari 58,1 % biji inti berupa daging dan kulit 41,9 %. Kadar minyak dalam inti biji sekitar 33 % - 55 %.
Persyaratan Tempat Tumbuh
Tanaman jarak beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya, adapun kondisi tempat tumbuh yang optimal yaitu 50° LU - 40° LS, 0 - 2000 m dpl, suhu berkisar antara 18° - 30° C. Pada daerah-daerah dengan suhu rendah (< 18° C) dapat menghambat pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (> 35° C) menyebabkan daun dan bunga gugur, buah kering sehingga produksi menurun. Curah hujanyang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 300 mm - 1200 mm per tahun. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 - 6.5 kemudian mengungkapkan bahwa tanaman jarak pagar dapat
tumbuh pada yang berbagai jenis tanah, antara lain di tanah berbatu, tanah
berpasir, tanah liat bahkan juga di tanah yang kurang subur. Waktu yang paling
baik untuk menanam jarak pagar adalah pada musim panas atau sebelum musim
hujan.
B. Penyakit Pada Tanaman Jarak Pagar
Beberapa penyakit yang dapat menyerang tanaman jarak pagar, antara
lain: bercak pada bibit, bercak alternaria, karat bercak daun cercospora, layu
fusarium, busuk botrytis, layu bakteri, busuk arang dan bercak daun bakteri
1. Bercak Pada Bibit
Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan. Kerusakan dapat mencapai
30 – 40% dan umumnya terjadi pada tanaman muda/bibit yang baru pindah ke
lapangan dengan kondisi pengairan yang kurang baik. Gejala penyakit terlihat
pada permukaan daun, yaitu berupa bercak-bercak melingkar, kemudian meluas
sehingga menyebabkan daun busuk. Selanjutnya, infeksi menyebar sampai ke
batang sehingga dapat menyebabkan tanaman mati. Daun-daun yang lebih tua
atau daun muda yang berada pada tanaman tua dapat juga terinfeksi, tetapi
kerusakannya tidak seberat bila terjadi pada bibit/tanaman muda. Bercak-bercak
pada daun biasanya berubah warna hijau menjadi kuning, lalu berwarna cokelat.
Pemilihan bibit disertai dengan pemeliharaan tanaman yang baik (terutama sistem
pengairan) akan mengurangi kerusakan tanaman

2. Bercak Alternaria
Penyakit ini disebabkan oleh Alternaria ricini. Penyakit ini pada bulanbulan
dengan curah hujan yang tinggi memungkinkan fungi berkembang cepat
pada kapsul buah sehingga buah menjadi hitam. Bila infeksi terjadi secara
intensif, tanaman menjadi kerdil bahkan dapat mengalami kematian. Bercakbercak
penyakit dapat ditemukan sepanjang tahun, dan pada musim hujan bercak
menjadi luas. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida
kaptan atau mankozeb dengan interval tiap 15 hari.
3. Karat
Penyakit ini disebabkan oleh Melamspora rinici. Penyakit ini dapat di lihat
dengan gejala seperti pustul karat di bawah permukaan daun.Pada bagian bawah
daun terlihat bercak-bercak bulat kecil berwarna kuning, bila serangan berat dapat
menyebabkan daun kering.
Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan cara pemupukan
berimbang, sanitasi daun-daun yang telah terserang berat dan membakarnya,
menggunakan bahan tanaman untuk perbanyakan hanya dari tanaman sehat,
menghindari menanam anyelir berdekatan dengan tanaman jarak pagar,
menggunakan fungisida yang berbahan aktif ferbam, zineb, dan mankozeb.
(Departemen Pertanian , 2006 a).
4. Bercak daun cercospora
Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada tanaman jarak.
Gejala umum penyakit pada daun terlihat titik hitam kecil atau titik cokelat yang
dikelilingi cincin berwarna hijau pucat. Bercak-bercak tersebut dapat dilihat dari
permukaan daun. Ketika bercak membesar, pusat bercak berubah warna menjadi cokelat pucat,kemudian putih keabu-abuan yang dikelilingi warna cokelat tua. Cara pengendalian dapat di lakukan dengan menggunakan fungisida berbahan aktif karbendazim atau monkozeb dapat digunakan.
Penyakit mempunyai gejala yang terdiri atas dua fase yang berbeda. Pada fase pertama, yang juga disebut sebagai fase “Non-agresif” pada daun terdapat bercak-bercak kecil berwarna cokelat tua, yang menghasilkan banyak konidiofor dengan konidium. Infeksi yang terjadi karena konidium ini menghasilkan bercak di sekitar bercak pertama yang berkembang menjadi penyakit yang kedua, yaitu fase “agresif”. Pada fase ini terjadi bercak yang mempunyai halo klorotik berwarna cerah.
Fungi bertahan dari satu musim ke musim berikutnya pada daun, batang dan biji yang sakit. Ketika biji yang terkontaminasi berkecambah akan lemah. fungi akan menghalangi perkecambahan dengan luka pada kotiledon. Konidia ditebarkan atau dipencarkan oleh hujan atau dibawa oleh serangga dan mesin atau alat pertanian. Fungi berkembang dalam beberapa jam dan jaringan daun cepat dipenetrasi. Jika cuaca panas dan lembab, daun-daun yang baru menjadi terinfeksi. Bercak daun Cercospora lebih bertahan ketika tanaman ditanam secara berulang-ulang pada lahan yang sama tanpa rotasi tanaman.
5. Layu Fusarium
Penyakit ini disebabkan oleh fusarium oxysporum yang terjadi pada pada stadia bibit dan tanaman di lapangan. Bila bibit terserang maka daun-daun akan terlihat hijau pudar dan layu, lalu mati. Daun-daun di bagian bawah rontok dan hanya menyisakan daun-daun di bagian atas saja
Pengendalian penyakit layu fusarium dilakukan dengan cara menggunakan bibit yang sehatdan tanaman sakit dibongkar dan dimusnahkan dengan cara /di bakar, tidak menggunakan tanah yang terkontaminasi patogen tersebut , pemanasan (pasteurisasi) tanah bekas tanaman terinfeksi penyakit layu dan tanah untuk pembibitan, menghindari terjadinya luka pada tanaman terutama pada saat penyiangan gulma dan pengolahan tanah, disinfeksi peralatan pertanian/alat pemotong bunga, penggunaan fungisida berbahan aktif kaptan, benlate (Departemen Pertanian, 2006 b).
6. Busuk Botrytis
Penyakit ini disebabkan Botrytis rinici. Gejala awalnya berupa bercak kecil berwarna kehitaman pada bunga. Pengendalian dapat dilakukan secara kimia dengan fungisida karbendazim atau tiofanat dengan interval tiap 15 hari sekali
7. Busuk arang
Gejala pada tanaman terlihat seluruh daun layu tiba -tiba, dalam waktu kurang dari satu minggu tanaman mati. Kadang-kadang pada perkembangan penyakit berlangsung lambat hal ini di tandai oleh daun bagian bawah layu dan menguning terlebih dahulu sampai akhirnya rontok. Jika penyakit terus berlanjut maka tanaman akan mati. Apabila tanaman dicabut pada perakaran akan terlihat busuk kering dan berwarna hitam. Pada gejala lanjut, kulit luar pangkal batang tersobek-sobek dan terlihat pustul hitam yang merupakan sklerosia fungi. Penyakit ini disebabkan oleh Rhizoctonia bataticola banyak menyerang tanaman jarak yang ditanam di Ngemplak di lokasi ini sebelumnya tanam kapas juga terserang busuk arang. Penelitian di laboratorium menunjukkan benih jarak yang berasal dari biji juga bisa diserang patogen hal ini terjadi jika sumber inokulum cukup banyak (Departemen Pertanian, 2006a).
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak mamba. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak mimba mampu menghambat pertumbuhan fungi. Penyemprotan dengan larutan organeem dengan dosis 5-10 ml/l pada pangkal batang mampu menghambat perkembangan penyakit
8. Penyakit Curvularia sp.
Gejala penyakit ini adalah berupa bercak bulat berukuran kecil, berwarna cokelat. Infeksi yang berat menyebabkan daun yang paling tua mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh. Pada daun yang mengering ini bercak-bercak Curvularia sp. tetap terlihat jelas sebagai bercak cokelat tua. Penyakit ini sangat menghambat pertumbuhan bibit meskipun bukan penyakit yang mematikan tanaman .
Fungi ini terutama disebarkan dengan konidiumnya, baik karena terbawa angina maupun karena percikan air hujan dan air siraman, dan mungkin juga oleh serangga Pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan kultur teknis dan mekanis. Cara kultur teknis dilakukan dengan menggunaan benih yang sehat dan memperbaiki drainase tanah serta sanitasi kebun. Cara mekanis dilakukan dengan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman yang terserang beratagar tanaman lain tidak terinfeksi (Departemen Pertanian, 2006).
9. Phytophthora sp.
Gejala awal penyakit ditandai dengan gejala awal yaitu daun-daun
bawah layu, menguning, dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok.
Selanjutnya selanjutnya gejala ini diikuti oleh daun-daun yang agak muda
sehingga tanaman hanya mempunyai sedikit daun-daun kecil di puncaknya. Jika
digali tanahnya maka tampak akar-akar lateral yang membusuk berwarna cokelat
tua, lunak, dan sering berbau tidak enak. Pembusukan yang sudah sampai meluas
ke akar tunggang, sehingga tanaman sering roboh. Pembusukanyang disebabkan
oleh Pytophthora sp meluas ke pangkal batang di atas permukaan tanah. Penyakit
juga dapat terjadi pada buah yang masih hijau, meskipun agak jarang. Adapun
gejala adalah buah yang telah membusuk tetap keras. Pada umumnya
pembusukan buah di mulai dari dekat tangkai. Buah ditutupi oleh miselium fungi
berwarna putih, selanjutnya buah mengeriput dan berwarna hitam
(Departemen Pertanian, 2007a).
Fungi penyebab penyakit ini terutama dipencarkan oleh air, baik air hujan
yang memercik maupun air yang mengalir pada permukaan tanah. Sebagai sumber
penyakit adalah tanah dan air yang mengandung Phytophthora sp., dan bagian
tanaman yang sakit. Bagian-bagian tanaman yang sakit, misalnya daun, dapat
disebarkan dalam kebun oleh angin. Angin yang terjadi pada waktu hujan dapat
menyebarkan spongarium Phytophthora sp. yang dibentuk pada permukaan
bercak Pengendalian serangan penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu deengan cara perbaikan draenase untuk menurunkan faktor penunjang
pertumbuhan fungi dan fumigasi dilakukan untuk tanah pembibitan ,bibit tidak terlalu dalam, sebaiknya rotasi tanaman bukan inang (selain jeruk, cokelat, durian, karet, kelapa, lada dan pisang ), penanaman tanaman yang tahan terhadap penyakit ini, membongkar tanaman sakit sampai akar- akarnya kemudian di bakar ( menghilangkan sumber inokulum),Serangan pada buah dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida terutama di daerah dekat dengan tangkai buah (Departemen Pertanian, 2007a ).

Kamis, 17 November 2011

Tanaman Jarak Pagar

A. Morfologi Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Klasifikasi tanaman jarak pagar sebagai berikut
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorboiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi 1 – 7 m, daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar panjang 5 – 15 cm., tulang daun menjari dengan jumlah 5 – 7 tulang daun utama, daunnya dihubungkan oleh tangkai daun yang berukuran 4 – 15 cm.
Tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai, berwarna kuning kehijauan; berkelamin tunggal; dan berumah satu (putik dan benang sari dalam satu tanaman); bunga terdiri atas 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang lebih kurang 4 mm; benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning; tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning; bunga juga mempunyai 5 mahkota berwarna keunguan; tiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga. Bunga betina 4 – 5 kali lebih banyak dari bunga jantan. Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Jarak pagar termasuk tanaman monoecious dan bunganya uniseksual. Kadangkala muncul bunga hermaprodit yang berbentuk cawan berwarna hijau kekuninga.
Buah tanaman jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2 – 4 cm. Panjang buah 2 cm, dengan lebar sekitar 1 cm. Buah berwarna hijau ketika muda serta abu-abu kecokelatan atau kehitaman ketika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi 1 biji sehingga dalam setiap buah terdapat 3 biji.
Biji jarak pagar memiliki ukuran rata-rata 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gr dan terdiri dari 58,1 % biji inti berupa daging dan kulit 41,9 %. Kadar minyak dalam inti biji sekitar 33 % - 55 %.
Persyaratan Tempat Tumbuh
Tanaman jarak beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya, adapun kondisi tempat tumbuh yang optimal yaitu 50° LU - 40° LS, 0 - 2000 m dpl, suhu berkisar antara 18° - 30° C. Pada daerah-daerah dengan suhu rendah (< 18° C) dapat menghambat pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (> 35° C) menyebabkan daun dan bunga gugur, buah kering sehingga produksi menurun. Curah hujanyang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkisar antara 300 mm - 1200 mm per tahun. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 - 6.5 kemudian mengungkapkan bahwa tanaman jarak pagar dapat
tumbuh pada yang berbagai jenis tanah, antara lain di tanah berbatu, tanah
berpasir, tanah liat bahkan juga di tanah yang kurang subur. Waktu yang paling
baik untuk menanam jarak pagar adalah pada musim panas atau sebelum musim
hujan.
B. Penyakit Pada Tanaman Jarak Pagar
Beberapa penyakit yang dapat menyerang tanaman jarak pagar, antara
lain: bercak pada bibit, bercak alternaria, karat bercak daun cercospora, layu
fusarium, busuk botrytis, layu bakteri, busuk arang dan bercak daun bakteri
1. Bercak Pada Bibit
Penyakit ini banyak terjadi pada musim hujan. Kerusakan dapat mencapai
30 – 40% dan umumnya terjadi pada tanaman muda/bibit yang baru pindah ke
lapangan dengan kondisi pengairan yang kurang baik. Gejala penyakit terlihat
pada permukaan daun, yaitu berupa bercak-bercak melingkar, kemudian meluas
sehingga menyebabkan daun busuk. Selanjutnya, infeksi menyebar sampai ke
batang sehingga dapat menyebabkan tanaman mati. Daun-daun yang lebih tua
atau daun muda yang berada pada tanaman tua dapat juga terinfeksi, tetapi
kerusakannya tidak seberat bila terjadi pada bibit/tanaman muda. Bercak-bercak
pada daun biasanya berubah warna hijau menjadi kuning, lalu berwarna cokelat.
Pemilihan bibit disertai dengan pemeliharaan tanaman yang baik (terutama sistem
pengairan) akan mengurangi kerusakan tanaman

2. Bercak Alternaria
Penyakit ini disebabkan oleh Alternaria ricini. Penyakit ini pada bulanbulan
dengan curah hujan yang tinggi memungkinkan fungi berkembang cepat
pada kapsul buah sehingga buah menjadi hitam. Bila infeksi terjadi secara
intensif, tanaman menjadi kerdil bahkan dapat mengalami kematian. Bercakbercak
penyakit dapat ditemukan sepanjang tahun, dan pada musim hujan bercak
menjadi luas. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida
kaptan atau mankozeb dengan interval tiap 15 hari.
3. Karat
Penyakit ini disebabkan oleh Melamspora rinici. Penyakit ini dapat di lihat
dengan gejala seperti pustul karat di bawah permukaan daun.Pada bagian bawah
daun terlihat bercak-bercak bulat kecil berwarna kuning, bila serangan berat dapat
menyebabkan daun kering.
Pengendalian penyakit karat dapat dilakukan dengan cara pemupukan
berimbang, sanitasi daun-daun yang telah terserang berat dan membakarnya,
menggunakan bahan tanaman untuk perbanyakan hanya dari tanaman sehat,
menghindari menanam anyelir berdekatan dengan tanaman jarak pagar,
menggunakan fungisida yang berbahan aktif ferbam, zineb, dan mankozeb.
(Departemen Pertanian , 2006 a).
4. Bercak daun cercospora
Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan berat pada tanaman jarak.
Gejala umum penyakit pada daun terlihat titik hitam kecil atau titik cokelat yang
dikelilingi cincin berwarna hijau pucat. Bercak-bercak tersebut dapat dilihat dari
permukaan daun. Ketika bercak membesar, pusat bercak berubah warna menjadi cokelat pucat,kemudian putih keabu-abuan yang dikelilingi warna cokelat tua. Cara pengendalian dapat di lakukan dengan menggunakan fungisida berbahan aktif karbendazim atau monkozeb dapat digunakan.
Penyakit mempunyai gejala yang terdiri atas dua fase yang berbeda. Pada fase pertama, yang juga disebut sebagai fase “Non-agresif” pada daun terdapat bercak-bercak kecil berwarna cokelat tua, yang menghasilkan banyak konidiofor dengan konidium. Infeksi yang terjadi karena konidium ini menghasilkan bercak di sekitar bercak pertama yang berkembang menjadi penyakit yang kedua, yaitu fase “agresif”. Pada fase ini terjadi bercak yang mempunyai halo klorotik berwarna cerah.
Fungi bertahan dari satu musim ke musim berikutnya pada daun, batang dan biji yang sakit. Ketika biji yang terkontaminasi berkecambah akan lemah. fungi akan menghalangi perkecambahan dengan luka pada kotiledon. Konidia ditebarkan atau dipencarkan oleh hujan atau dibawa oleh serangga dan mesin atau alat pertanian. Fungi berkembang dalam beberapa jam dan jaringan daun cepat dipenetrasi. Jika cuaca panas dan lembab, daun-daun yang baru menjadi terinfeksi. Bercak daun Cercospora lebih bertahan ketika tanaman ditanam secara berulang-ulang pada lahan yang sama tanpa rotasi tanaman.
5. Layu Fusarium
Penyakit ini disebabkan oleh fusarium oxysporum yang terjadi pada pada stadia bibit dan tanaman di lapangan. Bila bibit terserang maka daun-daun akan terlihat hijau pudar dan layu, lalu mati. Daun-daun di bagian bawah rontok dan hanya menyisakan daun-daun di bagian atas saja
Pengendalian penyakit layu fusarium dilakukan dengan cara menggunakan bibit yang sehatdan tanaman sakit dibongkar dan dimusnahkan dengan cara /di bakar, tidak menggunakan tanah yang terkontaminasi patogen tersebut , pemanasan (pasteurisasi) tanah bekas tanaman terinfeksi penyakit layu dan tanah untuk pembibitan, menghindari terjadinya luka pada tanaman terutama pada saat penyiangan gulma dan pengolahan tanah, disinfeksi peralatan pertanian/alat pemotong bunga, penggunaan fungisida berbahan aktif kaptan, benlate (Departemen Pertanian, 2006 b).
6. Busuk Botrytis
Penyakit ini disebabkan Botrytis rinici. Gejala awalnya berupa bercak kecil berwarna kehitaman pada bunga. Pengendalian dapat dilakukan secara kimia dengan fungisida karbendazim atau tiofanat dengan interval tiap 15 hari sekali
7. Busuk arang
Gejala pada tanaman terlihat seluruh daun layu tiba -tiba, dalam waktu kurang dari satu minggu tanaman mati. Kadang-kadang pada perkembangan penyakit berlangsung lambat hal ini di tandai oleh daun bagian bawah layu dan menguning terlebih dahulu sampai akhirnya rontok. Jika penyakit terus berlanjut maka tanaman akan mati. Apabila tanaman dicabut pada perakaran akan terlihat busuk kering dan berwarna hitam. Pada gejala lanjut, kulit luar pangkal batang tersobek-sobek dan terlihat pustul hitam yang merupakan sklerosia fungi. Penyakit ini disebabkan oleh Rhizoctonia bataticola banyak menyerang tanaman jarak yang ditanam di Ngemplak di lokasi ini sebelumnya tanam kapas juga terserang busuk arang. Penelitian di laboratorium menunjukkan benih jarak yang berasal dari biji juga bisa diserang patogen hal ini terjadi jika sumber inokulum cukup banyak (Departemen Pertanian, 2006a).
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak mamba. Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak mimba mampu menghambat pertumbuhan fungi. Penyemprotan dengan larutan organeem dengan dosis 5-10 ml/l pada pangkal batang mampu menghambat perkembangan penyakit
8. Penyakit Curvularia sp.
Gejala penyakit ini adalah berupa bercak bulat berukuran kecil, berwarna cokelat. Infeksi yang berat menyebabkan daun yang paling tua mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh. Pada daun yang mengering ini bercak-bercak Curvularia sp. tetap terlihat jelas sebagai bercak cokelat tua. Penyakit ini sangat menghambat pertumbuhan bibit meskipun bukan penyakit yang mematikan tanaman .
Fungi ini terutama disebarkan dengan konidiumnya, baik karena terbawa angina maupun karena percikan air hujan dan air siraman, dan mungkin juga oleh serangga Pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan kultur teknis dan mekanis. Cara kultur teknis dilakukan dengan menggunaan benih yang sehat dan memperbaiki drainase tanah serta sanitasi kebun. Cara mekanis dilakukan dengan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman yang terserang beratagar tanaman lain tidak terinfeksi (Departemen Pertanian, 2006).
9. Phytophthora sp.
Gejala awal penyakit ditandai dengan gejala awal yaitu daun-daun
bawah layu, menguning, dan menggantung di sekitar batang sebelum rontok.
Selanjutnya selanjutnya gejala ini diikuti oleh daun-daun yang agak muda
sehingga tanaman hanya mempunyai sedikit daun-daun kecil di puncaknya. Jika
digali tanahnya maka tampak akar-akar lateral yang membusuk berwarna cokelat
tua, lunak, dan sering berbau tidak enak. Pembusukan yang sudah sampai meluas
ke akar tunggang, sehingga tanaman sering roboh. Pembusukanyang disebabkan
oleh Pytophthora sp meluas ke pangkal batang di atas permukaan tanah. Penyakit
juga dapat terjadi pada buah yang masih hijau, meskipun agak jarang. Adapun
gejala adalah buah yang telah membusuk tetap keras. Pada umumnya
pembusukan buah di mulai dari dekat tangkai. Buah ditutupi oleh miselium fungi
berwarna putih, selanjutnya buah mengeriput dan berwarna hitam
(Departemen Pertanian, 2007a).
Fungi penyebab penyakit ini terutama dipencarkan oleh air, baik air hujan
yang memercik maupun air yang mengalir pada permukaan tanah. Sebagai sumber
penyakit adalah tanah dan air yang mengandung Phytophthora sp., dan bagian
tanaman yang sakit. Bagian-bagian tanaman yang sakit, misalnya daun, dapat
disebarkan dalam kebun oleh angin. Angin yang terjadi pada waktu hujan dapat
menyebarkan spongarium Phytophthora sp. yang dibentuk pada permukaan
bercak Pengendalian serangan penyakit ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara yaitu deengan cara perbaikan draenase untuk menurunkan faktor penunjang
pertumbuhan fungi dan fumigasi dilakukan untuk tanah pembibitan ,bibit tidak terlalu dalam, sebaiknya rotasi tanaman bukan inang (selain jeruk, cokelat, durian, karet, kelapa, lada dan pisang ), penanaman tanaman yang tahan terhadap penyakit ini, membongkar tanaman sakit sampai akar- akarnya kemudian di bakar ( menghilangkan sumber inokulum),Serangan pada buah dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida terutama di daerah dekat dengan tangkai buah (Departemen Pertanian, 2007a ).

Pestisida

1. Pengertian Pestisida
Pestisida (Inggris : pesticide) berasal dari kata pest yang berarti hama dan cide
yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum
pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan
populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun
tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan atas
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia
dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang
merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
b. Memberantas rerumputan
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau
ternak
f. Memberantas atau mencegah hama-hama air
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan
penggunaan pada tanaman, tanah atau air
Menurut The United States Environmental Pesticide Control Act, pestisida
adalah sebagai berikut.
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda,
gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri
atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman atau pengering tanaman
2.1.2. Penggolongan Pestisida
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda,
karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut
berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang
akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan
berdasarkan bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa
mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang
mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh
tungau, caplak, dan laba-laba.
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,
siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat
di tambak.
8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama
dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi
serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui
perut.
2. Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam
tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran
nafas.
3. Racun gas
Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruanganruangan
tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005,
berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
1. Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain
Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal,
degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
2. Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang
tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di
lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan
populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari
pada organokhlor.
3. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida
organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap
cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan,
tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
4. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan
ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan
kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi
ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel.
Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
5. Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa
ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus
Chrysanthemum.
Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil
terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
6. Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap
atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus.
Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap
atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F),
misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide,
formaldehid, fostin.
7. Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah
yang juga digunakan sebagai herbisida.
8. Antibiotik
Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari
mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.
Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini
perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat
yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).
1. Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang,
atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau
dicampur bahan-bahan organik seperti walnut, talk. Dalam penggunaannya
pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut
duster.
2. Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif
berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif.
Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar perakaran atau
dicampur dengan media tanaman.
3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat secara langsung
digunakan secara langsung untuk memberantas jasad sasaran, harus terlebih
dulu dibasahi air. Hasil campurannya dengan air disebut suspensi. Pestisida
jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena
itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot
digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga
dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam
penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada
waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut
serbuk yang dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya adalah seperti
pasta yang disebut campuran pasta.
6. Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan
aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya dicampur
dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya
disebut emulsi.
7. Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution).
Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam
solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi
dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8. Solution(S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke
dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad
pengganggu secara langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.
9. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar
rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian
dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi
jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan.
10. Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida
digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.
11. Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan
dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida
yaitu untuk memberantas tikus.
12. Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk segi empat (blok) besar dengan bobot 300gram dan
blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan
beracun siap pakai untuk tikus.
13. Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil
pengecerannya dengan air disebut larutan.
14. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit
air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan
formulasi ini.
2.1.3. Teknik Aplikasi Pestisida
1. Memilih pestisida
Sebelum membeli pestisida pastikan jenis hama atau penyakit apa yang
menyerang tanaman. Perhatikan gejala-gejala serangannya. Bagian tanaman mana
yang terserang apakah daun, batang, buah, atau akarnya.
Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting dalam penggunaan
pestisida. Kalau dilihat dari bahaya pelayangan di udara, pestisida berbentuk butiran
paling sedikit kemungkinannya untuk melayang. Pestisida yang berbentuk cairan,
bahaya pelayangannya lebih kecil jika dibanding pestisida berbentuk tepung.
Disamping itu pertimbangan lain dalam memilih formulasi pestisida adalah alat yang
digunakan untuk menyebarkan pestisida tersebut (Wudianto, 2005).
Petani dan pengguna pestisida pada umumnya perlu mengetahui nama dagang
ataupun nama umum pestisida agar tidak salah memilih pestisida. Pestisida dengan
bahan aktif yang sama sering dijual dengan nama dagang yang berbeda. Dengan
mengetahui kandungan bahan aktif masing-masing pestisida, maka tidak perlu terlalu
terikat pada satu nama dagang, tetapi dapat memilihnya dari berbagai nama dagang
yang ada. Demikian halnya jika hendak mencampur pestisida, maka dapat
menghindari pencampuran dua atau lebih pestisida yang bahan aktifnya sama
(Djojosumarto, 2004).
2. Alat penyemprot pestisida
Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara
penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme
kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot, yang
dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus
(droplet). Menurut sumber tenaga yang digunakan untuk menggerakkan atau
menjalankan sprayer tersebut, sprayer dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Sprayer manual
Sprayer manual adalah sprayer yang digerakkan dengan tangan. Contoh
sprayer manual adalah:
 Trigger pump, yakni pompa tangan (hand pump) yang banyak digunakan
untuk pengendalian hama di rumah tangga.
 Bucket pump atau trombone pump dan garden hose sprayer, untuk
mengendalikan hama dan penyakit di pekarangan.
 Sprayer gendong otomatis (pre pressurized knapsack sprayer, compression
sprayer), yang banyak digunakan di bidang pertanian
 Sprayer gendong yang harus dipompa terus-menerus (Level operated
knapsack sprayer), banyak digunakan di bidang pertanian Indonesia.
b. Sprayer tenaga mesin
Sprayer tenaga mesin adalah sprayer yang digerakkan oleh tenaga mesin.
Contoh sprayer tenaga mesin adalah :
 Sprayer punggung bermesin (motorized knapsack sprayer)
 Mesin pengkabut (mist blower)
 Power sprayer atau gun sprayer, yang digerakkan oleh motor stasioner
atau traktor.
 Sprayer-sprayer yang digerakkan atau dihubungkan dengan traktor atau
truk: boom sprayer, boomless sprayer, air blast sprayer.
 Sprayer atau otomizer yang dipasang pada pesawat udara untuk
penyemprotan udara.
3. Pencampuran pestisida
Dalam aplikasi pestisida adakalanya pestisida harus dicampur dengan surfaktan.
Pencampuran ini boleh dilakukan sejauh dalam kemasan tidak disebutkan larangan
pencampuran. Dua macam pestisida bila dicampur dapat menimbulkan interaksi
sinergistik, aditif, atau antagonistik. Pestisida bila dicampur menimbulkan interaksi
antagonistik berarti pestisida tersebut tidak boleh dicampur. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah sifat asam basanya. Pestisida yang sama-sama bersifat asam
atau sama-sama bersifat basa tidak akan membentuk senyawa garam. Timbulnya
senyawa garam dapat menimbulkan penurunan daya bunuh.
Untuk memastikan bisa tidaknya dua atau lebih jenis pestisida dicampur, perlu
diperhatikan label kemasan. Bisakah pestisida tersebut dicampur dengan pestisida
lain. Atau terkadang tertulis “jangan dicampur dengan pestisida lain bersifat basa”.
Berarti pestisida tersebut bersifat asam. Jadi dapat dicampur dengan pestisida yang
bersifat asam juga. Untuk mengetahui asam basa suatu larutan, bisa digunakan kertas
lakmus (Wudianto, 2005).
4. Penyemprotan pestisida
Pestisida yang digunakan akan mampu menampilkan efikasi biologis yang
optimal jika penyemprotan dilakukan dengan benar. Penyemprotan yang benar harus
memenuhi syarat, kriteria, atau parameter sebagai berikut (Djojosumarto, 2004):
a. Permukaan bidang sasaran tertutup oleh butiran semprot (droplet) dalam
jumlah yang memenuhi syarat.
b. Menggunakan ukuran droplet yang tepat untuk berbagai jenis penyemprotan
yang berbeda.
c. Menggunakan volume aplikasi yang cocok untuk berbagai jenis tanaman dan
stadia pertumbuhan tanaman yang berbeda.
d. Pestisida yang disemprotkan menempel sebanyak mungkin pada bidang
sasaran.
e. Droplet sasaran didistribusikan di seluruh permukaan bidang sasaran secara
merata.
Sedangkan menurut Wudianto (2005), dalam melakukan penyemprotan perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
a. Pilih volume alat semprot sesuai dengan luas areal yang akan disemprot. Alat
semprot bervolume kecil untuk areal yang luas, tentu kurang cocok karena
pekerja harus sering mengisinya.
b. Gunakan alat pengaman, berupa masker penutup hidung dan mulut, kaos
tangan, sepatu boot, dan jaket atau baju berlengan panjang.
c. Penyemprotan yang tepat untuk golongan serangga sebaiknya saat stadium
larva dan nimfa, atau saat masih berupa telur. Serangga dalam stadium pupa
dan imago umumnya kurang peka terhadap racun insektisida.
d. Waktu paling baik untuk penyemprotan adalah pada saat waktu terjadi aliran
udara naik (thermik) yaitu antara pukul 08.00-11.00 WIB atau sore hari pukul
15.00-18.00 WIB. Penyemprotan terlalu pagi atau terlalu sore akan
mengakibatkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu
lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot keracunan.
Sedangkan penyemprotan yang dilakukan saat matahari terik akan
menyebabkan pestisida mudah menguap dan mengurai oleh sinar ultraviolet.
e. Jangan melakukan penyemprotan di saat angin kencang karena banyak
pestisida yang tidak mengena sasaran. Juga jangan menyemprot dengan
melawan arah angin, karena cairan semprot bisa mengenai orang yang
menyemprot.
f. Penyemprotan yang dilakukan saat hujan turun akan membuang tenaga dan
biaya sia-sia.
g. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan.
h. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. Air bekas
cucian sebaiknya dibuang ke lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai.
i. Penyemprot segera mandi dengan bersih menggunakan sabun dan pakaian
yang digunakan segera dicuci.
5. Penyimpanan pestisida
Penyimpanan pestisida dengan cara baik dapat dapat menjegah terjadinya
pencemaran pada lingkungan serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia
ataupun hewan.
Menurut Sostroutomo (1992) yang dikutip oleh Meliala (2005) ada beberapa
petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk diikuti,yaitu:
a. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai setelah dibeli,
jangan sekali-kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anakanak.
b. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang
penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan mempunyai
tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang tidak berkepentingan.
c. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat catatan
berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya, dan siapa yang
menggunakan dan berapa sisa yang ada.
d. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli dan
mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali disimpan dalam
bekas penyimpanan makanan dan minuman.
e. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau gudang
yang sama.
f. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan untuk
mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran.
g. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam gudang.
Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis pestisida perlu untuk
dibuat permusim tanamannya.
h. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci.
2.1.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pakaian dan/atau peralatan pelindung tubuh harus dipakai bukan saja waktu
aplikasi, tetapi juga mulai mencampur dan mencuci peralatan aplikasi sesudah
aplikasi selesai. Pakaian serta peralatan pelindung yang harus digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Pakaian sebanyak mungkin menutupi tubuh: ada banyak jenis bahan yang
dapat digunakan sebagai pakaian pelindung, tetapi pakaian yang sederhana
cukup terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari
bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat.
2. Semacam celemek (appron), yang dapat dibuat dari plastik atau kulit. Appron
terutama harus digunakan ketika menyemprot tanaman yang tinggi.
3. Penutup kepala, misalnya berupa topi lebar atau helm khusus untuk
menyemprot. Pelindung kepala juga penting, terutama menyemprot tanaman
yang tinggi.
4. Pelindung mulut dan lubang hidung, misalnya berupa masker sederhana atau
sapu tangan atau kain sederhana lainnya.
5. Pelindung mata, misanya kaca mata, goggle, atau face shield.
6. Sarung tangan dari bahan yang tidak tembus air.
7. Sepatu boot, ketika menggunakan ujung celana panjang jangan dimasukkan ke
dalam sepatu, tetapi ujung celana harus menutupi sepatu boot.
2.1.5. Dampak Pestisida
2.1.5.1. Dampak Pestisida Terhadap Pengguna Pestisida
Risiko bagi keselamatan pengguna adalah kontaminasi pestisida secara
langsung, yang dapat mengakibatkan keracunan, baik akut maupun kronis. Keracunan
akut dapat menimbulkan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah, dan sebagainya.
Beberapa pestisida dapat menimbulkan iritasi kulit, bahkan dapat mengakibatkan
kebutaan.
Keracunan pestisida yang akut berat dapat menyebabkan penderita tidak
sadarkan diri, kejang-kejang, bahkan meninggal dunia. Keracunan kronis lebih sulit
dideteksi karena tidak segera terasa, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan (Djojosumarto, 2004).
Sering kali orang tidak menyadari bahwa mereka keracunan pestisida karena
gejala-gejalanya mirip dengan masalah kesehatan lainnya misalnya pusing dan kudis.
Juga, karena kebanyakan gejala-gejala ini tidak muncul dengan cepat, seperti
gangguan sistem syaraf atau kanker, orang tidak menyadari bahwa penyakit mereka
mungkin disebabkan oleh pestisida (Quijano, 1999).
2.1.5.2. Dampak Pestisida Terhadap Hasil Pertanian
Risiko bagi konsumen adalah keracunan residu (sisa-sisa) pestisida yang
terdapat dalam hasil pertanian. Risiko bagi konsumen dapat berupa keracunan
langsung karena memakan produk pertanian yang tercemar pestisida atau lewat rantai
makanan. Meskipun bukan tidak mungkin konsumen menderita keracunan akut,
tetapi risiko konsumen umumnya dalam bentuk keracunan kronis, tidak segera terasa,
dan dalam jangka panjang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan
(Djojosumarto, 2004).
2.1.5.3. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan
Dibalik manfaatnya yang besar, pestisida memiliki dampak yang cukup
merugikan pada pemakaiannya. Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada di
sekitar lahan pertanian. Jika pestisida digunakan, akan menghasilkan sisa-sisa air
yang mengandung pestisida. air yang mengandung pestisida ini akan mengalir
melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).
Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air
permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara.
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara,
air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan
terlebih manusia.
Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada
tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Penurunan kualitas air
tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan
implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan
seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses
dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut
mampu terakumulasi.
Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar
matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisida
diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui
penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat
di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat
kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsurunsur
hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga
mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004).
2.1.6. Keracunan Pestisida dan Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
A. Keracunan Pestisida
Walaupun pestisida ini mempunyai manfaat yang cukup besar pada masyarakat,
namun dapat pula memberikan dampak negatif pada manusia dan lingkungan. Pada
manusia pestisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa
manusia ataupun menimbulkan penyakit/cacat (Munaf, 1997).
Ada 2 tipe keracunan yang ditimbulkan pestisida, yaitu (Quijano, 1999):
1. Keracunan akut
Keracunan akut terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung
pada saat itu. Beberapa efek kesehatan akut adalah sakit kepala, pusing, mual, sakit
dada, muntah-muntah, kudis, sakit otot, keringat berlebih, kram. Diare, sulit bernafas,
pandangan kabur, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan luas keracunan yang ditimbulkan keracunan akut dapat dibagi 2
efek, yaitu:
a. Efek lokal, terjadi bila efek hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena
kontak langsung dengan pestisida. Biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering,
kemerahan dan gatal-gatal di mata, hidung, tenggorokan dan kulit, mata
berair, batuk, dan sebagainya.
b. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dan
mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Darah akan membawa pestisida ke
seluruh bagian dari tubuh dan memengaruhi mata, jantung, paru-paru, perut,
hati, lambung, otot, usus, otak, dan syaraf.
2. Keracunan kronis
Keracunan kronis terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan
membutuhkan waktu untuk muncul atau berkembang. Efek-efek jangka panjang ini
dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah terkena
pestisida. Pestisida memberikan dampak kronis pada sistem syaraf, hati, perut, system
kekebalan tubuh, keseimbangan hormon, kanker. Bayi juga dapat terkena pestisida
ketika diberi ASI, dapat terjadi jika ibunya terkena pestisida.
Setiap golongan pestisida menimbulkan gejala keracunan yang berbeda-beda
karena bahan aktif yang dikandung setiap golongan berbeda. Namun ada pula gejala
yang ditimbulkan mirip (Wudianto, 2005).
a. Golongan organofosfat, gejala keracunannya adalah timbul gerakan otot-otot
tertentu, penglihatan kabur, mata berair, mulut berbusa, banyak berkeringat,
air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, detak
jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak bisa digerakkan dan
akhirnya pingsan.
Organofosfat menghambat kerja enzim kholineterase, enzim ini secara normal
menghidrolisis asetycholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan
dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system syaraf yang
menyebabkan gejala keracunan dan berpengaruh pada seluruh bagian tubuh
(Mulachella, 2010)
b. Golongan organoklor, jenis pestisida ini dapat menimbulkan keracunan
dengan gejala sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, mencret, badan
lemah, gugup, gemetar, kejang-kejang, dan kehilangan kesadaran.
c. Golongan karbamat, gejalanya sama dengan gejala yang di timbulkan
golongan organofosfat, hanya saja berlangsung lebih singkat karena lebih
cepat terurai dalam tubuh.
d. Golongan bipiridilium, setelah 1-3 jam pestisida masuk dalam tubuh baru
timbul sakit perut, mual, muntah-muntah, dan diare.
e. Gologan arsen, tingkat akut akan terasa nyeri pada perut, muntah, dan diare,
sementara keracunan semi akut ditandai dengan sakit kepala dan banyak
keluar air ludah.
f. Golongan antikoagulan, gejala yang ditimbulkan seperti nyeri punggung,
lambung dan usus, muntah-muntah, perdarahan hidung dan gusi, kulit
berbintik-bintik merah, kerusakan ginjal.
Menurut WHO 1986, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keracunan
pestisida antara lain :
1. Dosis. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan
pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran pestisida untuk
penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran atau dosis yang
tertera pada label. Dosis atau takaran yang melebihi aturan akan
membahayakan penyemprot itu sendiri. Setiap zat kimia pada dasarnya
bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara
pemberian.
2. Toksisitas senyawa pestisida. Merupakan kesanggupan pestisida untuk
membunuh sasarannya. Pestisida yang mempunyai daya bunuh tinggi dalam
penggunaan dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit
bila dibandingkan dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan
kadar tinggi. Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral dan dermal
yaitu dosis yang diberikan dalam makanan hewan-hewan percobaan yang
menyebabkan 50% dari hewan-hewan tersebut mati.
3. Jangka waktu atau lamanya terpapar pestisida. Paparan yang berlangsung
terus-menerus lebih berbahaya daripada paparan yang terputus-putus pada
waktu yang sama. Jadi pemaparan yang telah lewat perlu diperhatikan bila
terjadi resiko pemaparan baru. Karena itu penyemprot yang terpapar berulang
kali dan berlangsung lama dapat menimbulkan keracunan kronik.
4. Jalan masuk pestisida dalam tubuh. Keracunan pestisida terjadi bila ada bahan
pestisida yang mengenai dan/atau masuk ke dalam tubuh dalam jumlah
tertentu. Keracunan akut atau kronik akibat kontak dengan pestisida dapat
melalui mulut, penyerapan melalui kulit dan saluran pernafasan. Pada petani
pengguna pestisida keracunan yang terjadi lebih banyak terpapar melalui kulit
dibandingkan dengan paparan melalui saluran pencernaan dan pernafasan
(Afriyanto, 2008).
B. Jalur Masuk Pestisida Pada Manusia
Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai rute, yakni
(Djojosumarto, 2004):
1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)
Pestisida yang menempel di permukaan kulit dapat meresap ke dalam tubuh
dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi pestisida lewat kulit
merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi.
Pekerjaan yang menimbulkan resiko tinggi kontaminasi lewat kulit adalah:
a. Penyemprotan dan aplikasi lainnya, termasuk pemaparan langsung oleh
droplet atau drift pestisida dan menyeka wajah dengan tangan, lengan
baju, atau sarung tangan yang terkontaminsai pestisida.
b. Pencampuran pestisida.
c. Mencuci alat-alat aplikasi
2. Terhisap lewat saluran pernafasan (inhalation)
Keracunan pestisida karena partikel pestisida terhisap lewat hidung
merupakan terbanyak kedua setelah kulit. Gas dan partikel semprotan yang
sangat halus (kurang dari 10 mikron) dapat masuk ke paru-paru, sedangkan
partikel yang lebih besar (lebih dari 50 mikron) akan menempel di selaput
lendir atau kerongkongan.
Pekerjaan-pekerjaan yang menyebabkan terjadinya kontaminasi lewat saluran
pernafasan adalah :
a. Bekerja dengan pestisida (menimbang, mencampur, dsb) di ruang
tertutup atau yang ventilasinya buruk.
b. Aplikasi pestisida berbentuk gas atau yang akan membentuk gas,
aerosol, terutama aplikasi di dalam ruangan, aplikasi berbentuk tepung
mempunyai resiko tinggi.
c. Mencampur pestisida berbentuk tepung (debu terhisap pernafasan).
3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral)
Pestisida keracunan lewat mulut sebenarnya tidak sering terjadi dibandingkan
dengan kontaminasi lewat kulit. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena :
a. Kasus bunuh diri.
b. Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida.
c. Menyeka keringat di wajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung
tangan yang terkontaminasi pestisida.
d. Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.
e. Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida.
2.1.7. Pencegahan Keracunan Pestisida
Menurut Djojosumarto (2004) ada beberapa langkah-langkah untuk menjamin
keselamatan dalam penggunaan pestisida adalah sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan penyemprotan
a. Jangan melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida bila merasa tidak
sehat.
b. Jangan mengijinkan anak-anak berada di sekitar tempat pestisida yang
akan digunakan atau mengijinkan anak-anak melakukan pekerjaan
penyemprotan pestisida.
c. Catat nama pestisida yang digunakan dan jika dapat catat juga nama
bahan aktifnya. Catatan ini penting bagi dokter bila terjadi sesuatu.
d. Pakaian dan peralatan perlindungan sudah harus dipakai sejak persiapan
penyemprotan, misalnya ketika menakar dan mencampur pestisida.
e. Jangan masukkan rokok, makanan, dan sebagainya ke dalam kantung
pekerjaan.
f. Periksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan. Jangan menggunakan alat
semprot yang bocor. Kencangkan sambungan-sambungan yang sering
terjadi bocor.
g. Siapkan air bersih dan sabun di dekat tempat kerja untuk mencuci
tangan dan keperluan lain.
h. Siapkan handuk kecil yang bersih dalam kantung plastik tertutup dan
dibawa ke tempat kerja.
2. Ketika melakukan aplikasi
a. Perhatikan arah angin. Jangan melakukan penyemprotan yang
menentang arah angin keran drift pestisida dapat membalik dan
mengenai diri sendiri.
b. Jangan membawa makanan, minuman, dan rokok dalam kantung
pakaian kerja.
c. Jangan makan, minum, atau merokok selama menyemprot atau
mengaplikasikan pestisida.
d. Jangan menyeka keringat di wajah dengan tangan, sarung tangan, atau
lengan baju yang terkontaminasi petisida untuk menghindari pestisida
masuk ke mata atau mulut. Untuk keperluan itu gunakan handuk bersih
untuk menyeka keringat atau kotoran diwajah.
e. Bila nozzle tersumbat, jangan meniup nozzle yang terkontaminasi
langsung dengan mulut.
3. Sesudah aplikasi
a. Cuci tangan dengan sabun hingga bersih segera sesudah pekerjaan
selesai.
b. Segera mandi setelah sampai dirumah dan ganti pakaian kerja dengan
pakaian sehari-hari.
c. Jika tempat kerja jauh dari rumah dan harus mandi dekat tempat kerja,
sediakan pakaian bersih dalam kantung plastik tertutup. Sesudah ganti
pakaian, bawalah pakaian kerja dalam kantung tersendiri.
d. Cuci pakaian kerja terpisah dari cucian lainnya.
e. Makan, minum, atau merokok hanya dilakukan sesudah mandi atau
seketika sesudah mencuci tangan dengan sabun.
2.2. Penyuluhan
2.2.1. Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan
pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong serta mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya
lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Menurut Sastraatmadja (1993), penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai
pendidikan nonformal yang ditujukan kepada petani dan keluarganya dengan tujuan
jangka pendek untuk mengubah perilaku termasuk sikap, tindakan dan pengetahuan
ke arah yang lebih baik, serta tujuan jangka panjang untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia. Disamping menciptakan suatu perubahan
perilaku bagi masyarakat petani, penyuluhan pertanian pun diharapkan mampu
mengarahkan wawasan berpikir dan menumbuhkan karakter sebagai bangsa yang
sedang melakukan pembangunan.
2.2.2.Metode Penyuluhan
Dalam Suhardiyono (1992), ada 4(empat) metode penyuluhan menurut target
orang yang menghadiri kegiatan penyuluhan. Penggolongan metode penyuluhan ini
dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Metode Perorangan
Metode penyuluhan ini ditujukan bagi petani secara perorangan yang
memperoleh perhatian khusus dari penyuluh. setiap petani dikunjungi oleh penyuluh
secara individu.
Menurut Kartasapoetra (1994) metode perorangan sangat efektif digunakan
dalam penyuluhan karena sasaran dapat secara langsung memecahkan masalahnya
dengan bimbingan khusus dari penyuluh. Dari segi jumlah sasaran yang ingin
dicapai, metode ini kurang efektif karena terbatasnya jangkauan penyuluh untuk
mengunjungi dan membimbing sasaran secara individu. Dalam Notoatmodjo (2003),
pendekatan untuk metode perorangan antara lain bimbingan dan interview
(wawancara).
2. Metode Kelompok
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode kelompok ini mengarahkan sasaran
kegiatannya pada petani secara berkelompok atau kelompok tani. Kegiatan ini
melibatkan tatap muka secara langsung antara penyuluh dengan kelompok tani.
Metode pendekatan kelompok menurut Kartasapoetra (1994) cukup efektif
dikarenakan petani dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk melakukan
sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerjasama. Dalam pendekatan
kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, disamping dari transfer tekhnologi
informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran penyuluhan
dalam kelompok yang bersangkutan. Dalam Notoatmodjo (2003), metode pendekatan
untuk kelompok besar dan kecil berbeda. Untuk kelompok besar yaitu peserta
penyuluhan lebih dari 15 orang, metode yang baik antara lain ceramah dan seminar.
Sedangkan untuk kelompok kecil, dimana peserta penyuluhan kurang dari 15 orang
dan metode yang cocok untuk kelompok ini antara lain diskusi kelompok, curah
pendapat, bola salju, kelompok-kelompok kecil.
3. Metode Massa
Kegiatan penyuluhan menggunakan metode ini mengarahkan sasaran
kegiatannya kepada masyarakat tani pada umumnya. Dalam pelaksanaan penyuluhan
menggunakan metode ini , dapat terjadi tatap muka secara langsung antara penyuluh
dengan petani. Namun dapat juga tidak terjadi kontak secara langsung antara petani
dengan penyuluh karena penyuluh menggunakan media seperti radio, televisi atau
sarana komunikasi yang lain.
Dipandang dari segi penyampaian informasi metode ini cukup baik, namun
terbatas hanya dapat menimbulkan kesadaran atau keingintahuan semata. Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa metode pendekatan massal dapat mempercepat proses
perubahan, tetapi jarang dapat mewujudkan perubahan dalam prilaku. Menurut
Notoatmodjo (2003), metode pendekatan untuk pendidikan massa antara lain ceramah
umum, pidato melalui media elektronik, tulisan di majalah atau koran, billboard.
2.2.3.Media Penyuluhan
Alat bantu/media adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam
menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan
media promosi kesehatan adalah alat bantu pendidikan . Disebut media promosi
kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk
menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk
memudahkan penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien.
Sesorang atau masyarakat di dalam proses pendidikan dapat memperoleh
pengalaman/pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan. Tetapi
masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda di dalam membantu
permasalahan sesorang.
Berdasarkan fungsinya sebagai menyampaikan pesan-pesan kesehatan, media
dibagi 3, yakni (Notoatmodjo, 2007):
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat
bervariasi, antara lain seperti booklet, leaflet, flyer, flif chart, rubric, poster, dan
foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
2. Media elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
berbeda-beda jenisnya, seperti televisi, radio, video, slide, dan film strip.
3. Media papan (billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat berisi dengan
pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan disini juga
mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada
kenderaan umum (bus dan taksi).
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaraan, penciuman, rasa, dan raba.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior).
1. Proses adopsi perilaku
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo 2003 mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.
b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya), hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, orang telah mencoba perilaku baru.
e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu (Notoatmodjo 2003):
a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponennya.
e. Sintesis (synthesis) menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
meruapakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Menurut
Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2003).
1. Komponen sikap
Menurut Allport (1954), sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupam emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
2. Tingkatan sikap
Seperti pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan suatu
indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu
mendiskusikan suatu masalah merupakan suatu indikasi sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden.
2.5. Kerangka Konsep
2.6. Hipotesis Penelitian
1. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan petani jeruk
tentang penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap pengetahuan
petani jeruk tentang penyemprotan pestisida.
2. Ha : Ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani jeruk tentang
penyemprotan pestisida.
Ho : Tidak ada pengaruh penyuluhan pestisida terhadap sikap petani
jeruk tentang penyemprotan pestisida.
Intervensi:
• Penyuluhan Penyemprotan
Pestisida
• Leaflet Penyemprotan
Pestisida
 Pengetahuan
 Sikap
 Pengetahuan
 sikap
Kelompok intervensi
 Pengetahuan
 sikap
Kelompok kontrol
Tanpa Intervensi